Jakarta, 16 November 2021 — Lebih banyak perempuan perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan industri minyak sawit berkelanjutan di Indonesia, menurut para ahli dan pemain kunci pada hari Selasa dalam peluncuran masukan kebijakan responsif gender di sektor minyak sawit berkelanjutan. Peluncuran ini diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), bekerja sama dengan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
Peluncuran bertajuk “Percepatan Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan melalui Kebijakan yang Responsif Gender” ini difasilitasi oleh proyek Minyak Sawit Berkelanjutan/Sustainable Palm Oil Indonesia (SPOI) UNDP, yang bermitra dengan Kementerian Pertanian.
Masukan kebijakan tersebut memasukkan prinsip non-diskriminasi ke dalam Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO), persyaratan wajib bagi semua pekebun dan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Indonesia yang merupakan produsen dan pengekspor produk minyak sawit terbesar di dunia.
Memastikan kesetaraan gender dalam kerangka kebijakan dapat mempercepat proses pencapaian minyak sawit berkelanjutan, sekaligus mengatasi masalah lain termasuk masalah lingkungan hidup dan hak asasi manusia.
“Masukan kebijakan tersebut bertujuan untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, termasuk bagi kelompok tani perempuan. Kebijakan ini penting dilaksanakan untuk memastikan sektor ini mempertimbangkan suara perempuan di semua tingkatan,” kata Ir. Dedi Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Kementerian Pertanian, yang juga mengetuai Sekretariat Tim Pelaksana Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB).
Dr. Musdhalifah Machmud, Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat bahwa Rencana Aksi Nasional Minyak Sawit Berkelanjutan (RAN KSB), akan berkontribusi pada upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, khususnya untuk kesetaraan gender.
“RAN KSB menjadi peluang untuk mewujudkan kelapa sawit yang berkelanjutan dan berkeadilan, melalui pendekatan kesetaraan gender,” jelas Dr. Musdhalifah.
Demikian pula Dra. Lenny Rosalin, Deputi Kesetaraan Gender, KPPPA juga mengatakan bahwa kementerian tersebut telah berkomitmen untuk menerapkan pengarusutamaan gender di semua lini, termasuk di sektor perkebunan, terutama untuk komoditas kelapa sawit.
“Penggunaan data terpilah gender di sektor sawit secara otomatis dapat meningkatkan berbagai indikator sosial dan ekonomi, seperti Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender, hingga Angka Partisipasi Angkatan Kerja,” tambah Lenny.
“Kita tidak dapat mencapai pembangunan yang nyata jika kita tidak memberikan kesempatan yang sama dan mulai dari diri sendiri tentang kesetaraan gender. Kami bangga dengan peluncuran masukan kebijakan gender ini karena akan membantu industri kelapa sawit berkelanjutan menjadi lebih akuntabel dalam hal keterwakilan perempuan di semua tingkatan, terutama dalam hal pengambilan keputusan. Dengan begitu, kita bisa memastikan tidak seorang pun tertinggal kata Wakil Kepala Perwakilan UNDP Indonesia, Sophie Kemkhadze.
Kebijakan responsif gender dalam industri kelapa sawit berkelanjutan harus terus dipromosikan, karena dapat memberikan dampak positif di luar aspek sosial, seperti lingkungan hidup dan ekonomi. Oleh karena itu, kebijakan responsif gender tersebut harus dipandang sebagai salah satu strategi untuk mempercepat proses penguatan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia.
Menurut Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), 86 persen dari angkatan kerja dalam siklus produksi kelapa sawit adalah perempuan, yang bekerja dalam kegiatan rantai pasokan seperti pemupukan, penyiangan, penyemprotan, dan pengumpulan buah kelapa sawit.
-
KONTAK MEDIA
Communication and Knowledge Exchange Officer for SPOI, UNDP Indonesia, Agus Hekso Proklamanto, agus.proklamanto@undp.org
Communication Specialist, UNDP Indonesia, Tomi Soetjipto, suryo.tomi@undp.org